Wednesday 9 September 2015

Aku Tak Perlu Berlari Dari Kenyataan Untuk Bisa Berhenti Membencimu. Yang Kuperlukan Hanyalah Hati yang Lapang Agar Bisa Tulus Memaafkanmu.

Halo Sayang..
Apa Kabar ?


Ku awali pagiku hari ini dengan senyum, sebagai ungkapan syukur betapa leganya hatiku saat ini karena sudah bisa memaafkan perilakumu, sedikit demi sedikit.




Aku mulai berani mengingat kenangan indah kita dulu. Aku mulai berani mengingat alasan mengapa dulu aku jatuh cinta padamu. Dan aku mulai bisa tersenyum, dengan tulus.


Tak mudah memang untuk bisa setegar ini. Hanya saja, jika Tuhan tak mengirimmu untuk menjalin kisah denganku, mungkin saja aku tak akan jadi pribadi dengan hati sekuat ini.


Dulu, ketika kita berpisah, aku memakai banyak cara agar bisa teralih dari rasa sakit hatiku. Dulu, melukai diripun rasanya tak pernah sebanding dengan rasa sakit menerima kenyataan bahwa aku tak dicintai. Tapi, akhirnya aku sadar.....


Lari dari kenyataan tak akan pernah mengobati apapun. Berbeda hal nya jika diri ini berani menghadapi kenyataan, meskipun sulit.
 
Aku betul-betul menyadari hal itu. Untuk apa aku lari dari kenyataan pahit itu? Toh, lari sejauh apapun, tetaplah aku hanyalah sosok yang tak mampu merebut hatimu. Bukankah begitu? Kesadaran itu yang akhirnya menyembuhkan perasaanku saat ini.


Lalu, bagaimana denganmu sendiri, wahai masa laluku? Perasaanmu pun sudah membaik belum? Sekarang, di perasaan yang sudah sama-sama baik, kurasa kita bisa berteman sebaik dulu saat belum menjalin kasih. Hal ini tentu lebih baik dibanding pura-pura tak kenal seperti bermusuhan. Jangan takut untuk beeteman denganku, aku tak menyimpan dendam.

Lewat pertemanan, kita bisa sama-sama mencari kebahagiaan meski di jalan kita masing-masing. Sama-sama sadar, bahwa kisah kita bukanlah kebahagiaan yang kita cari. Dan sebagai tanda, bahwa kita berdua sudah sama-sama ikhlas untuk mengakhiri.


Salam dari si masa lalu..

:)







No comments:

Post a Comment